Sabtu, 29 Oktober 2016

PUANG TIANG LANGI’

Oleh : Juvirson Rambulangi'(FH-UNHAS'98)
Puang Tiang Langi’ adalah perintis berdirinya Kerajaan atau Kapuangan Basse Kakanna di Makale, sekaligus diangkat sebagai Puang Basse Kakanna yang Pertama di Makale, dengan gelar Sullena Puang Bullu Matua lan padang ri Ma’kale, solanna Puang Tiang Langi’ te lipu Basse Kakanna.

Puang Tiang Langi’ lahir dari ayah bernama Puang Bitti Langi’ dari Tongkonan Tarongko Makale, yang merupakan anak dari Puang Bullu Matua dari Tongkonan Pantan Makale dan ibunya bernama Puang Tumba’ Pakonglean yang merupakan cucu dari Puang Rambu Langi dari Tongkonan Pangi Mandetek, Makale. Puang Tiang langi’ juga merupakan salah satu nenek dari Puang Mamullu dan Puang Tarongko.

Seperti diketahui bahwa setelah ketiga cucu dari Puang Bullu Matua sudah mulai dewasa maka dia membagi Kerajaan Lepongan Bulan menjadi 3 (Tiga) Kerajaan atau Kapuangan diatas suatu landasan sumpah yang disebut Basse Tallu Lembangna yaitu Kerajaan (Kapuangan) Basse Kakanna Makale, Kapuangan Basse Tangngana Sangalla dan Kapuangan Basse Adinna Mengkendek dan sekaligus menetapkan 3 tongkonan layuk di lilikna Tallu Lembangna sebagai pusat pemerintahannya yaitu Tongkonan Layuk Buntu Tondon untuk Basse Kakanna, Tongkonan Layuk Kaero untuk Basse Tangngana dan Tongkonan Layuk Otin untuk Basse Adinna.

Pemegang kekuasaan tertinggi di kerajaan atau Kapuangan ini disebut : To umposarong sarong, to umpotekken tekken yaitu Puang Makale di Makale, Puang Sangalla’ di Sangalla’ dan Puang Mengkendek di Mengkendek.

Meskipun ketiga Kerajaan atau Kapuangan ini sudah berdiri sendiri, tetapi tetap diikat oleh satu ikrar yang disebut Totirindu Batu Lalikan, yang artinya, meskipun sudah menjadi tiga daerah tetapi tetap satu dan saling membantu, yang dalam ungkapan Toraja disebut: Disanga bendan Basse Tallu Lembangna tang sipaaran tengkona, digente’ tulangda’ pandan lipu, tirindu batu lalikan, tang siisian salagana, pada umpoada’ ada’na, pantan umpobisara bisaranna, tonang sipeniroan nenne’ sikalumanta’, kedenni to unnussa’ balatana turunan diparimata.

Ketiga Kerajaan atau Kapuangan ini sudah tercantum dalam buku sejarah Indonesia untuk mata pelajaran Rangkuman Pengetahuan umum Lengkap ( RPUL ) Tingkat Sekolah Dasar yang menyangkut tentang Kerajaan-Kerajaan yang pernah ada di Nusantara.

Nama Basse Kakanna diberikan kepada daerah atau wilayah Makale yang mempunyai makna sebagai saudara tertua, karena makale mempunyai wilayah yang paling luas serta penduduk yang paling banyak dibandingkan dengan sangalla’ dan mengkendek.

Pemberian nama basse kakanna kepada wilayah Makale diputuskan dalam suatu Kombongan Kalua’ atau musyawarah akbar yang dihadiri oleh seluruh rakyat Tallu Lembangna dengan mengadakan sayembara yang disebut Lumbaya Padang yaitu semacam Timbangan yang terbuat dari tumpukan puluhan atau ratusan batang kayu buangin raksasa, yang dijejer atau disusun dan diikat sedemikian rupa sehingga menyerupai Timbangan Raksasa.

Wilayah Makale memenangkan Sayembara ini setelah masyarakat Makale bertanding dengan masyarakat Sangalla dimana mereka naik diatas timbangan raksasa dan masyarakat sangalla’ tibuak (terangkat) keatas atau lebih ringan. Begitu pula setelah masyarakat mengkendek naik diatas timbangan raksasa dan mereka juga tibuak (terangkat) keatas atau lebih ringan. Itulah sebabnya maka wilayah Makale ditetapkan sebagai Basse Kakanna. Selanjutnya masyarakat Sangalla’ mengalahkan masyarakat Mengkendek sehingga disebut Basse Tangngana dan Mengkendek ditetapkan sebagai Basse Adinna.

Puang Tiang Langi pada awalnya tinggal di Tongkonan Tarongko Makale, tetapi setelah dilantik menjadi Puang Basse Kakanna yang pertama di makale , maka Tongkonan Layuk Buntu Tondon di Makale menjadi pusat pemerintahannya, termasuk segala kegiatan aluk,adat, dan budaya dapat diselenggarakan ditempat ini, sehingga Tongkonan Layuk Buntu Tondon Makale biasa disebut Isungan kapayungan to kalindo bulawanan, to dikasiri’ mata bubunna, dikabanga’ tondon turunanna.

Pada zaman pemerintahan Puang Palonga’, puang basse kakanna yang ke-3 , Tongkonan ini direnovasi lagi dan ditata kembali, termasuk perluasan kompleksnya sampai di Tondon Pa’pakandian atau Tondon Mamullu. Tongkonan Buntu Tondon yang terletak di dekat pasar Makale, lokasinya berada diatas puncak bukit batu, dan jalan menuju ke lokasi tongkonan ini hanya satu, yaitu dengan menaiki jalan terjal yg terbuat dari dinding batu yang dipahat.

Berhubung karena lokasi Tongkonan ini diatas puncak bukit batu, maka pada saat Pemerintahan Puang Tarongko, Puang Basse Kakanna yg ke-11, pada masa memasuki hari- hari tuanya, dia lebih banyak tinggal di Tongkonan Mamullu, Makale dan menjalankan pemerintahannya dari Tongkonan Mamullu.

Dalam menata sistim pemerintahan di Kerajaan atau Kapuangan Basse Kakanna di Makale, Puang Tiang Langi’ tetap mengikuti sistim pemerintahan yang ada di Kerajaan Lepongan Bulan-Tallu Lembangna, dimana Tongkonan Layuk Buntu Tondon sebagai pusat pemerintahan dan dibantu oleh tongkonan a’pa’ untuk melaksanakan pemerintahan di bidang : Pemerintahan dan Kehakiman, Pertahanan dan Keamanan, Keagamaan dan Adat Istiadat, Logistik atau Kemakmuran rakyat.

Tongkonan a’pa’ ( ada’ kasalle ) adalah dewan tertinggi yang membantu penguasa tertinggi di Basse Kakanna dalam melaksanakan tugasnya. 

Dewan adat tertinggi ini terdiri dari 4 (empat) orang Penguasa Tongkonan yaitu :

1.Tanduk Tata’ yaitu penguasa bidang pemerintahan dan kehakiman, yang berpusat di Tongkonan Pantan, Makale. Peletak dasar adalah Puang Bullu Matua. Penguasa ini bergelar tanduk tata’na Basse Kakanna isungan pa’kalandoanna to dipodatu muane, digente’ tanduk tata’na padang ri Makale, kandaurena to tumumbu malambe’ unrantei kudunna malambe’, ussali ma’garonto’na, umpakalolo lima to sekong, to umpami’sok mata to buta.

2.Takia’ Bassi yaitu penguasa bidang pertahanan dan keamanan yang berpusat di Tongkonan Pangi, Mandetek. Peletak dasar adalah Puang Rambu Langi’. Diberi gelar takia’ bassinna Basse Kakanna, londong kila’na padang ri ma’kale, saungan la’tekna isungan pa’kalandoan pattola muane, saungan la’tek lambunna kabare alloan.

3.Issong Kalua’ yaitu merupakan bidang logistik dan kemak’muran rakyat , yang berpusat di Tongkonan Tarongko Makale .Peletak dasar adalah Puang Palaga. Diberi gelar issong kalua’na Basse Kakanna, gori-gori tang ma’tinna padang ri Ma’kale , di tanan pangala’ tamman,diranduk kurra manapa’, dipau’ bunga’ kanukunna, kekakei matallo matampu’.

4.Pa’palumpangan yaitu penguasa bidang ritual keagamaan dan adat istiadat,berpusat di Tongkonan Banua Lando, Kendenan, yang saat ini untuk sementara berpindah ke Tongkonan Mamullu. Peletak dasar adalah Puang Toding. Diberi gelar pa’palumpanganna Basse Kakanna, pa’paluku-lukuanna padang ri Makale, to ummanta-manta messalunna lombok, umpelingi’ tiampan mentanetena, ke tia’danni tallu lolona.

Dibawah Tongkonan A’pa’ yg merupakan dewan tertinggi di base kakanna, masih ada dewan adat yg menangani bidang pertahanan dan keamanan yaitu Limbu A’pa’na Basse Kakanna. Limbu a’pa’na di bentuk Untuk melindungi pusat kekuasaan dan pemerintahan di wilayah basse kakanna .

Limbu a’pa’na dibagi dalam 4 (empat) kelompok wilayah Pertahanan dan Keamanan yaitu:

1.Tanduk Beuwa’ranna Basse Kakanna, yang bergelar Palasa Makati’na Tanduk Beuwaranna Basse Kakanna yaitu merupakan Pasukan Khusus Gerak Cepat , yang beranggotakan rakyat Annan Penanianna Lo’nalu (daerah sebelah selatan makale),yang meliputi wilayah : Manggau, Santung, Lemo, Tiromanda, Bera, dan Pa’buaran. Pasukan ini juga berfungsi untuk menangkal serangan musuh yang datang dari bagian selatan makale. Pada saat perang saudara antara Puang Tarongko dan Puang Mengkendek ( Puang Randanan ) pasukan ini dikoordinir oleh Puang Andilolo.

2.Guali Bassinna Basse Kakanna yaitu Pasukan Khusus Pengawal Kerajaan dan Penjaga Perbatasan. Gelarnya adalah Goli-Goli Bassi Umpenandai Bambana Lo’ko’ Lumbang. Pasukan ini beranggotakan rakyat Patang Bua’ Diongnalu (daerah sebelah barat makale), yang meliputi wilayah : Rante Kasimpo- Kalolok, Tarongko- Batupapan, Tonglo dan Madandan. Pasukan ini juga sekaligus berfungsi menangkal serangan musuh yang datang dari bagian barat, makale. Sebagai pasukan pengawal kerajaan, pasukan goli-goli bassi ini, pernah bersama-sama dengan pasukan Pong Karusiak dari Madandan yang terkenal dengan senjata sumpitnya, menyerang dan membebaskan beberapa putri kerajaan di tallu lembangna yang diculik oleh pasukan Aru Palakka dari Kerajaan Bone, yang berada di Toraja pada waktu itu. Itulah sebabnya kapuangan di tallu lembangna sangat menghargai keberanian dan kepemimpinan dari Pong Karusiak dari madandan. Pada saat perang saudara antara Puang Tarongko dengan Puang Randanan dari Mengkendek, pasukan ini dikoordinir oleh Puang Toding Allo atau Puang Rante Allo.

3.Londong Kila’na Basse Kakanna yaitu semacam Pasukan Infantri , yang bergelar Bulian Masa’bu Doke Mariu . Pasukan ini beranggotakan rakyat Annan Penanianna Dannalu ( daerah sebelah utara makale) yang meliputi wilayah : Sarira-Rantelemo-Limbu, Parampo-Bontongan, Lion-Tondok Iring, Mandetek, Tambunan dan Tallu Borongna. Pasukan ini juga berfungsi menangkal serangan musuh yang datang dari bagian utara, makale. Pada saat perang saudara antara Puang Tarongko dan Puang Mengkendek, maka pasukan ini langsung dikoordinir oleh Puang Tarongko yang pada saat itu sementara berada di Sarira, Rantelemo kerena menikah dengan Tumba’ Arung La’bi’.

4.Rinding Daun Induk yang merupakan Pasukan Khusus Pertahanan dan Pelindung Keamanan Rakyat, yang bergelar Rinding Daun Indukna Padang ri Makale, Sapan Kua-kuana Kalindo Bulawanan. Pasukan ini berfungsi menangkal serangan musuh yang datang dari arah timur, makale. Pasukan ini beranggotakan rakyat Patang Bua’ Lannalu (daerah sebelah timur makale) yang meliputi wilayah : Burake, Lea, Ropok- Sikolong dan Kalembang. Pada saat perang saudara antara Puang Tarongko dengan puang Randanan dari Mengkendek, maka pasukan ini dikoordinir oleh Puang Tondon dan Puang Pantan.

Dibawah Adat Kasalle (dewan adat tertinggi) masih ada anggota adat yang disebut Adat Bitti’,yang meliputi rakyat disekitar Tongkonan Layuk Buntu Tondon atau wilayah Sentral Makale yang juga disebut wilayah Karua Bua’na. Masing-masing desa di wilayah Karua Bua’na mempunyai tugas khusus. Sebagai contoh misalnya desa Bombongan berfungsi sebagai Gandang Boro yaitu bertugas sebagai bagian penerangan dan pengawas keamanan/intelejen, sekaligus memberikan laporan kalau ada gangguan keamanan disekitar pusat pemerintahan. Ada juga beberapa desa yang diberikan tugas sebagai Ada’ Tangnga Sali yaitu bagian yang mengurus Kerumahtanggaan didalam lingkungan Istana Tongkonan Layuk Buntu Tondon.

Wilayah kekuasaan atau pemerintahan Kapuangan Basse Kakanna Makale, dibagi dalam 4 (empat) wilayah Penanian (dalam istilah di makale disebut Padang Patang Lontok Basse Kakanna) yaitu:

1.Annan Penanian Ulunna yaitu Daerah : Limbu – Rorre, Lemo Daa, Parampo, Bontongan, Tallu Penanian ( Mandetek, Tambunan, Tondok Iring) dan Tallu Borongna ( Bungin, Marriali, Luak- Lengkong ). 

2.Annan Penanian Ikko’na yaitu Daerah : Lemo Lo’,Pandan batu, Pa’tekke, Rante Kasimpo, Rante Rano dan Kalolok. 

3.Patang Bua ’yaitu Daerah : Tarongko, Lapandan, Batu Papan dan Tonglo. 

4.Karua Bua’na yaitu Daerah : Tondon-Ariang, Burake-Lea-Kalembang, Botang-Kendenan, Manggau-Santung-Tiromanda- Lamunan-Awa’’, Tampo Kasimpo, Kamali- Pentalluan dan Bombongan ( pusat kota Makale). 




Hubungan antara Tongkonan Layuk sebagai pusat pemerintahan atau pusat kekuasaan di Basse Kakanna, dengan Penanian sebagai wilayah kekuasaan, bersifat Federal. Artinya setiap Penanian bersifat Otonom. Hubungan tersebut tersirat dalam : Ditinting Bulaanni, Dibangka’ Lolai, Anna Tangkandean Dena’, Tang Intokan Isi Balao.

Hubungan ini termasuk salah satu penataan yg tersirat dalam Aluk Sanda Saratu’ sebagai pranata perkembangan tatanan kehidupan masyarakat dan kebudayaan di Toraja , khususnya Tallu Lembangna, sehingga antara Penanian dengan Penguasa Tertinggi di Basse Kakanna terjalin hubungan yang sangat harmonis dan tidak pernah tergoyahkan. Aluk Sanda Saratu’ adalah aluk atau sarana yang digunakan untuk melindungi dan mengayomi masyarakat , serta menegakkan Aluk Sanda Pitunna.

Hubungan yang sangat harmonis untuk melindungi dan mengayomi rakyat dalam wilayah penanian di lingkungan basse kakanna, telah dirintis sebelumnya oleh Puang Bullu Matua yang sudah tidak otoriter, yang tidak menindas dan memeras rakyat. Dan salah satu pengorbanannya adalah menguburkan Tengko Batunya yang Sakti dan sangat ditakuti, untuk membuktikan kepada masyarakat dan wilayah penanian di Tallu lembangna , bahwa kepentingan rakyat harus diutamakan diatas segalanya.

Pemegang kekuasaan tertinggi didaerah basse kakanna makale adalah Puang Makale yang disebut to umposarong sarong to umpotekken tekken lan padang kapuangan tondok kabusungan basse kakanna , yang diberi gelar puang makale , isungan kapayungan kabarealloan puang kalindobulawanan lan lili’na basse kakanna makale tungka sanganna.

Puang Makale sebagai penguasa tertinggi tondok kabusungan padang kapuangan basse kakanna di Makale, dipilih dari keluarga kabarealloan berdasarkan keturunan garis lurus atau keluarga Puang Tamboro Langi .

Puang Makale dipilih oleh wakil-wakil dari to’ma’duang salu atau wakil-wakil dari Penanian dan kalayak umum melalui Kombongan Kalua’.Ditiap-tiap Penanian diadakan musyawarah atau kombongan untuk memilih utusan yang akan menghadiri kombongan kalua’ atau musyawarah akbar. To’ ma’duang salu adalah Badan Musyawarah Tertinggi yang mewakili seluruh lapisan masyarakat di Basse Kakanna. Badan ini bertanggung jawab langsung kepada Tongkonan Layuk atau Penguasa tertinggi di Makale.

Dalam Kombongan Kalua’ atau Musyawarah Akbar inilah dipilih Puang Makale dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain sbb: 1.Harus turunan Puang Tamboro Langi’.2.Harus turunan langsung dari garis keturunan penguasa kapuangan di Makale. 3. Orang tuanya (bapak dan ibunya) kedua-duanya harus turunan puang. 4.Harus pandai,berbudi baik,berakhlak mulia, berbudi luhur, jujur dan mempunyai kepribadian yang baik. 5. Dia berjanji akan mengayomi rakyat.

Setelah acara pemilihan selesai maka dilanjutkan dengan acara Pelantikan yang dalam istilah tallu lembangna disebut Ditakko’. Sebelum dilantik maka dia harus diberi minum dari cangkir emas (dipairu’ irusan bulaanna puang to mellao langi’) sebagai simbol pemurnian kembali darah birunya, sehingga menjadi Puang Massang, yang sama atau mendekati darah Puang Tamboro Langi’, yaitu puang ma’dika matasak ma’rara takkun ma’lite bumbungan, puang to matasak kalindo bulawanan.

Upacara pelantikan ini didahului dengan pemotongan kerbau belang saleko dan sejumlah babi . Kemudian seluruh lambang kebesaran dan pusaka kapuangan yang ada di Tallu Lembangna, dipamerkan pada seluruh masyarakat, seperti Bate Manurun, Dosso, Maniang, Ta’dung Bulaan atau Sarong bulaan, Gayang, Pasang Timbo, Lola’ dan lain-lain. Upacara dilaksanakan pada pagi hari dan harus selesai sebelum tengah hari.

Puncak acara adalah Pelantikan Puang Makale oleh to’Parengnge’ dari Tongkonan Pa’palumpangan di Banua Lando Kendenan sebagai Penguasa bidang Ritual Keagamaan dan adat istiadat. Upacara diakhiri dengan pengurapan oleh Sando atau To Minaa di lingkungan Basse Kakanna dan penyerahan tongkat estapet pemerintahan Basse Kakanna berupa Keris Emas atau Pasang Timbo Basse Kakanna.

Untuk terlaksananya ketenteraman dalam kehidupan bermasyarakat, maka puang Tiang Langi’ menetapkan hukum adat atau dandanan sangka’ yang merupakan peraturan adat yang harus dipatuhi dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan basse kakanna.

Apabila ada yang melanggar adat maka yang bersangkutan akan diberikan sangsi oleh badan musyawarah adat yang disebut Parandangan Ada’, yang berpusat didaerah Tongkonan Ada’,Makale.

Bentuk sangsi atau hukuman adat yang akan dijatuhkan, diputuskan dalam kombongan yang dihadiri seluruh anggota parandangan ada’. Jika ada masalah yang tidak terselesaikan dalam musyawarah ini atau mungkin ada masalah yang harus diputuskan menyangkut semua rakyat di lingkungan basse kakanna, maka masalah ini akan diteruskan ke badan musyawarah tertinggi.

Agama yang dianut oleh masyarakat Toraja pada waktu itu adalah agama Aluk Todolo yang sekarang disetarakan dengan agama Hindu Dharma.

Hukum atau larangan disebut Pemali. Ada beberapa contoh pemali yaitu : Pemali unsongkan dapo’, pemali unteka’ palanduan, pemali boko, pemali ma’pangngan buni, pemali ma’pakena, pemali mantunu tedong sisola anakna, pemali mantanan bongi, pemali palangngan tomate langngan banua tanglendu’ alukna dan lain-lain.

Dalam hal adat istiadat kelahiran dan pemberian nama yang berlaku waktu itu, bahwa setiap anak yang baru lahir tidak boleh dicukur rambutnya sampai umur 1 tahun. Sewaktu baru lahir, anak diberi nama sembarang saja dulu sesuai kastanya, seperti tato’ dan laso’/lai’, dll. Nanti pada umur 1-4 tahun baru diadakan acara pemotongan rambut ( diku’ku atau disambe’ atau dikai’), baru diberi nama sesuai dengan keinginan orang tua, yang biasanya dikaitkan dengan waktu kelahiran atau kondisi anak waktu lahir atau harapan atas masa depan anak tersebut. Kemudian anak laki-laki umur 6 tahun keatas harus ditille ( disunat ) dengan mempergunakan alat landasan (Basong) sesuai kastanya. Kemudian pada saat perkawinan, mempelai dihamburi kembang beras (ra’tuk) sebagai tanda berkat untuk kesuburan rumah tangga mereka.

Adat istiadat membenarkan perceraian asal beralasan dan yang bersalah dikenakan kapa’ (denda). Kapa’ adalah perjanjian hukum yang ditetapkan pada saat pelaksanaan perkawinan dan barang siapa yang merusak rumah tangga mereka akan dikenakan denda. Denda biasanya dalam bentuk pemberian sawah, kerbau atau barang-barang berharga lainnya yang disesuaikan dengan kesepakatan atau ketentuan yang telah ditetapkan.

Pada umumnya denda yang sering dipakai adalah denda dalam bentuk pemberian kerbau dengan ketentuan sbb : 1. Untuk Tana’ Bulaan nilai hukumannya 24 ekor kerbau sang pala’. 2.Untuk Tana’ Bassi, nilai hukumannya 6 ekor kerbau sang pala’. 3. Untuk Tana’ Karurung, nilai hukumannya 2 ekor kerbau sang pala’.

Berikut ini ada beberapa contoh adat atau pemali yang sering dilanggar oleh masyarakat pada waktu itu seperti: 1.Songkan dapo’ atau bercerai. 2.Unnampa’ daun talinganna atau tertangkap basah mencuri atau berzinah. 3. Unro’mok bubun dirangkang atau merampas istri orang lain. 4. Unteka’ palanduan atau perempuan menikah dengan kasta yang lebih rendah. 5. Untengkai randan dali atau menikah dengan saudara sekandung. 6. Bolloan pa’to’ atau membatalkan pertunangan yang sudah diresmikan dan lain-lain.

Adapun Pembangunan Tongkonan di lili’na Basse Kakanna, mengikuti kaidah yang sudah diatur dimasa pemerintahan Puang Tamboro Langi’ atau Puang Patta La Bantan, dimana Tongkonan dibedakan atas beberapa tingkatan sesuai dengan peran dan fungsinya yaitu : 1. Tongkonan Layuk (Agung), yaitu Tongkonan yang menjadi pusat pemerintahan dan kekuasaan , serta menjadi tempat untuk membuat aturan-aturan,yang berlaku dalam pemerintahan maupun aturan dalam adat istiadat dan keagamaan. Tongkonan layuk biasa juga disebut tongkonan pesiu’ aluk (penyusun aturan). 2. Tongkonan pekamberan/pekaindoran atau kaparengesan. Tongkonan ini didirikan oleh penguasa-penguasa adat setempat, untuk melaksanakan pemerintahan atau aluk, berdasarkan Tongkonan Layuk. 3. Tongkonan Batu A’riri (A’riri=tiang), yaitu Tongkonan yang hanya sebagai tongkonan pemersatu keluarga dan tempat pembinaan warisan keluarga, cuma tidak mempunyai kekuasaan atau peranan adat. 4. Banua pa’rapuan(banua=rumah), rumah ini sama fungsinya dengan tongkonan batu a’riri, tetapi untuk keturunan kasta rendah dan bentuknya tidak seperti perahu(tidak dilonga) dan tidak diukir.

Tongkonan Layuk dan Tongkonan Kaparengesan memiliki daerah kekuasaan adat tertentu, sehingga walaupun bangunannya sudah tidak ada, tetapi tetap disebut-sebut dan dihormati oleh masyarakat dengan memberikan daging persembahan pada upacara-upacara adat, sesuai dengan tingkatannya dalam masyarakat. Contohnya pada upacara rambu solo’, maka kepala kerbau bonga atau kerbau tanda (kalau tidak ada bonga), yang dikurbankan dipersembahkan ke Tongkonan Layuk.

Sedangkan bentuk bangunan Tongkonan dibedakan atas 3 macam yaitu :

1.Banua Patang Lanta’( 4 ruangan ) yang terdiri dari: A. Inan Kabusungan yaitu ruang bagian selatan yang tidak begitu luas dan berfungsi untuk menyimpan benda keramat atau pusaka yang berharga dan untuk membuka tempat ini harus dengan upacara memotong kerbau atau babi. B. Sumbung yaitu ruangan tempat tidur kapuangan atau pemangku adat bersama keluarga. C. Sali Tangnga yaitu tempat musyawarah khusus (pertemuan adat atau acara adat lainnya yang bersifat khusus) dan tempat tidur para tamu, serta berfungsi juga untuk meletakkan jenasah. D. Sali yaitu ruangan bagian utara, yang terendah untuk dapur, tempat persembahan sajian dan tempat tidur para abdi atau pengawal.

2.Banua Tallung Lanta’ (3 ruangan) yang terdiri dari: A. Sumbung yaitu ruangan bagian selatan yang berfungsi untuk tempat tidur pemangku adat bersama keluarga dan tempat menyimpan benda pusaka atau barang berharga lainnya. B. Sali yaitu tempat musyawarah khusus atau upacara adat lainnya dan tempat tidur para tamu serta tempat meletakkan jenasah. C. Tangdo’ yaitu tempat dapur, tempat persembahan sajian dan tempat tidur para bawahan.

3. Banua Duang Lanta’(2 ruangan) yang terdiri dari : A. Sumbung yaitu ruangan bagian selatan yang tidak begitu luas dan berfungsi untuk tempat tidur dan menyimpan harta benda. B. Sali yaitu tempat persembahan sajian, dapur dan tempat meletakkan jenasah.

Disamping itu pula, ada Basse Tongkonan umpatu pa’rapuan yang berbunyi: Disanga to sipadiong lisunna pala’, digente’ to sipalan se’ponna kalepak, tang sipairisan anginna di buntu, tang sipasimboan darinding ri kaanglean, malammu’ sisapu lente’, menggantanan sirande pala’.

Alang yang merupakan pasangan dari Tongkonan, berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan pare atau padi. Menurut kepercayaan aluk todolo bahwa tanaman padi adalah tanaman yang langsung dipelihara oleh deata (dewa) pare, sehingga padi harus disimpan ditempat tersendiri dan tidak boleh dicampur dengan makanan lain atau dengan manusia.

Menurut mitos bahwa padi berkata : kami pare tallu bulinan kande pesuru’ puang titanan tallu , tang ma’din kanni umpebau bosi sia umpendarang makedo sala, unrangi kada bullung sia kada pareglambe, dll. Itulah sebabnya padi dibuatkan tempat tersendiri disebut alang dan dibangun disekitar rumah tongkonan. 

Pada mulanya tempat menyimpan padi itu terbuat dari bambu yang dianyam, berbentuk bundar mirip keranjang besar dan diletakkan dalam tempat tersendiri dan disebut alang palipu’. Kemudian Alang Palipu’ diberi penyangga dari bambu atau pattung dan dibawahnya ada ruangan untuk tempat duduk-duduk atau menerima tamu,sehingga berubah namanya menjadi Alang Lemba. Kemudian alang lemba ditingkatkan lagi yaitu mengganti tiangnya dengan menggunakan banga atau nibung dan rangkanya diganti dengan kayu yang kuat, serta atap bagian depan dan belakang dibuat menjulur keluar, sehingga disebut Alang.

Kemudian penguasa adat membuat alang yang lebih baik dengan membangun alang berhadapan dengan Tongkonan dan atapnya dibuat mirip perahu, sehingga disebut alang pollo’ seba. Akhirnya alang pollo’ seba dipercantik lagi dengan dilonga dan dan diukir seperti bentuk bangunan Tongkonan, sehingga disebut Alang Sura’.

Jadi fungsi alang dalam masyarakat Toraja adalah multi fungsi yaitu : 1. Sebagai tempat menyimpan padi (bagian atas). 2.sebagai tempat menerima tamu bagi penguasa-penguasa adat. 3. Sebagai tempat bermusyawarah atau tempat pertemuan. 4. sebagai tempat menerima dan sekaligus sebagai tempat menginap bagi tamu-tamu agung, selama berlangsungnya upacara adat. 5. Sebagai lambang keagungan dan nilai martabat keluarga yang menempati tongkonan.

Bentuk ukiran yang dipakai untuk mengukir Tongkonan atau Alang , disesuaikan dengan tingkatan atau kedudukan dari Tongkonan atau Alang yang akan dibuat. Ukiran merupakan falsapah kehidupan manusia Toraja. Adapun jenis-jenis atau pokok-pokok ukiran adalah : 1.Passura’ Pa’bare’allo (ukiran berbentuk matahari) yang dipasang dibagian depan (lindo para) bagian atas, yang melambangkan keagungan dan pemberi berkat dan sumber kehidupan serta lambang pemersatu. 2. Passura’ Pa’manuk Londong (ukiran ayam jantan), yang diletakkan dibagian atas dari pa’bare’allo dan melambangkan kejantanan,pemberi komando dan petundan yang selalu mengingatkan. 3. Passura’ Pa’tedong atau Pa’tikke’ (bentuk kepala kerbau), yang diletakkan disetiap sangkinan rinding (tempat penguat atau pengikat dinding), yang melambangkan kemakmuran dan sarana prasarana menuju akhirat. 4. Passura’ Pa’bunga-bunga atau ukiran pelengkap yaitu Passura’ Rengko, Pa’sussuk, Pa’ barra’-barra’ ,Pa’batang Lau, Pa’bulintong Siteba’dan lain-lain, yang melambangkan Keindahan dan Kemakmuran.

Adapun pasangan Tongkonan yang lain adalah Liang (kuburan adat) atau Tongkonan Tang Merambu (rumah tidak barasap). Liang juga merupakan warisan dari keluarga yang menempati Tongkonan.

Menurut falsafah Aluk Todolo, bahwa manusia itu sama saja pada waktu hidup dan pada waktu mati. Waktu masih hidup manusia berkumpul di rumah Tongkonan dan kalau sudah mati manusia berkumpul dalam Tongkonan Tang Merambu atau Liang. Manusia mati hanyalah berubah status yaitu hidup dalam alam nyata , menjadi hidup dalam alam gaib. Itulah sebabnya setiap jenasah manusia yang sudah mati, harus mendapat pelayanan yang sama seperti, semasa masih hidup.

Pada waktu masyarakat masih hidup dalam saman neo megalitikum atau saman batu, dimana belum ada besi yang bisa dipakai untuk membuat liang, maka jenasah manusia dimasukkan kedalam peti mati yang disebut Erong, yang biasanya diletakkan dalam gua untuk menghindari gangguan dari binatang atau manusia. Gua tersebut merupakan warisan keluarga dan setiap Erong bisa dimasukkan beberapa jenasah. Jadi setelah masyarakat Toraja sudah mengenal besi atau memasuki saman besi, baru dibuat pahat dari besi, untuk membuat liang di gunung-gunung batu, yang mempunyai tutup sehingga lebih aman. Kemudian disekitar pintu liang biasanya diletakkan Tau-Tau yaitu patung orang meninggal yang wajahnya mirip dengan wajah almarhum semasa masih hidup. Pada saman neo megalitikum atau saman batu, tau-tau yang dibuat tidak persis betul dengan wajah orang yang meninggal dan tau-tau yang dibuat sangat kasar dan hanya seperti sepotong kayu atau balok yang disussuk atau digosok dengan batu yang sudah diasah, sehingga bentuknya hanya seperti polong kayu. Seseorang yang meninggal boleh dibuatkan Tau-tau apabila memenuhi persyaratan kasta tertentu dan pemakamannya diselenggarakan dengan upacara tingkat tinggi atau tingkat Rapasan.

Adapun beberapa ketentuan dalam pemakaian dan pelanggaran pemakaian liang, yang berlaku pada waktu itu adalah : 
1. Penguburan jenasah kedalam liang yang baru dibuat, disebut Pa’pili’ Liang, yaitu sebagai pengalas liang baru, biasanya diambil dari mayat seorang hambah dari keluarga tersebut. 
2. To Sala Liang yaitu seseorang yang dikuburkan kedalam liang yang bukan liangnya atau bukan milik keluarganya, maka dihukum dengan hukuman yang disebut Pasala’ Liang . Hukuman yang dikenakan dinamakan Dipakalao (diambil hartanya) yang besarnya sesuai dengan pertimbangan dan keputusan dewan adat, yang biasanya berupa, beberapa ekor kerbau atau sawah. 
3. Pelokoi Liang yaitu seseorang yang mencuri harta benda dari dalam liang dan hukumannya yaitu dipakalao atau dimiskinkan yaitu seluruh harta bendanya berupa kerbau dan sawah disita oleh pemilik liang. Pencuri semacam ini, biasanya dijual kepada orang lain atau dijadikan hambah oleh pemilik liang dan dinamakan to kaunan liang. Itulah sebabnya pencurian pada zaman dahulu kala jarang terjadi karena hukumannya sangat berat. 

Demikian riwayat hidup singkat dari Puang Tiang Langi’, Puang Basse Kakanna yang Pertama, yang telah merintis berdirinya Kerajaan atau Kapuangan Basse Kakanna di Makale, kurang lebih 15 (lima belas) generasi diatas generasi yang ada sekarang. Riwayat hidup Puang Tiang Langi’ ini ditulis sebagai pengetahuan untuk kita ketahui bahwa peristiwa sejarah ini pernah terjadi di lili’na basse kakanna Makale pada zaman dahulu kala.